Interaksi Obat

By | October 27, 2021

Interaksi Obat

Faktor Pasien Yang Berhubungan Dengan Interaksi Obat

  1. Berat badan, komposisi dan ukuran
    Berat badan berhubungan dengan pendosisan, ukuran berhubungan dengan kadar obat dalam darah dan volume distribusi.

2. Jumlah dsan aktivitas spesifik dari enzim pemetabolisme obat (genetic polimorfism).

Dalam metabolisme obat, ada orang yang mempunyai asetilator cepat dan asetilator lambat.

3. Variabilitas inter- dan intra- pada tiap individu terhadap respon farmakokinetik dan farmakologi.

4. Umur

Utamanya pada geriatric dan pediatric. Pada geriatric à biasanya akan menerima item obat dalam jumlah yang banyak sehingga kemungkinan terjadi interaksi obat sangatlah besar. Pada pediatric à fungsi organ – organ pemetabolisme obatnya belum sempurna.

  1. Jenis kelamin

Misalnya : interaksi obat pada fase farmakodinamik, penggunaan obat (misalnya, serzone)yang dapat menyebabkan priapsm pada laki – laki.

  1. Ras

Contohnya : obat – obat turunan salisilat à menginhibisi agregasi  platelet sehingga menyebabkan perdarahan yang lebih lama terutama pada wanita yang sedang haid.

Contoh lainnya : memperpanjang respon farmakologi à Orang amerika turunan negro lebih mudah terjadi kenaikan tekanan darah dibandingkan dengan orang kulit putih. Sehingga jika orang negro amerika menggunakan obat-obat yang dapat meningkatkan tekanan darah maka kemungkinan besar akan terjadi interaksi yang dapat menyebabkan perpanjangan respon farmakologinya.

  1. Merokok

Merokok dapat menyebabkan induksi enzim pemetabolisme obat, khususnya sitokrom P 450.

  1. Penggunaan alcohol (akut atau kronik)

Penggunaan alcohol secara akut dapat menyebabkan inhibisi enzim pemetabolisme. (kemungkinan alcohol bereaksi dengan enzim sehingga enzim tersebut menjadi tidak aktif)

Penggunaan alcohol secara kronik akan menyebabkan terjadinya stimulasi/induksi enzim pemetabolisme. (kemungkinan pemakaian alcohol yang berkali-kali akan berpengaruh pada eksresi pembentukan enzim pemetabolisme.

  1. Diet

Contohnya : diet mengurangi asupan nutrisi à jika protein berkurang maka akan mempengaruhi sintesa protein dalam tubuh. Enzim di dalam tubuh juga merupakan protein, sehingga hal ini dapat menyebabkan sintesa enzim menjadi berkurang akibatnya jumlah enzim pemetabolismenya menjadi berkurang.

  1. Kondisi penyakit dan keparahannya (akut, kronik), misal penyakit hati dan ginjal.
  2. Malfungsi dan penyakit organ pengeliminasi obat.

Contohnya : Pendesakan obat yang terikat oleh protein darah. Jika pasien mengalami mafungsi ginjal, maka akibat pendesakan itu dapat menyebabkan fungsi ginjal bisa menjadi lebih parah, sehingga jika ada obat dalam tubuh, maka kadar obat bebas dalam tubuh akan menjadi lebih lama.

  1. Polifarmasi

Semakin banyak obat yang diberikan kepada pasien, maka resiko kemungkinan terjadinya interaksi obat semakin besar.

 

Faktor Yang Berperan Dalam Terjadinya Interaksi Obat

  1. Efek farmakologinya banyak (multiple pharmacology effect)

Contohnya : Pasien yang menerima terapi kombinasi fenotiazid antipsikotik (clorpromazin), antidepresan trisiklik (amitriptilin) dan antiparkinson (trihexyfendil). Masing – masing obat tersebut mempunyai efek primer yang berbeda – beda, yaitu clorpromazin berefek antipsikotik, amitriptilin berefek sebagai antidepresan dan trihexyfendil berefek sebagai antiparkinson.. Namun dari ketiga obat tersebut mempunyai efek sekunder yang sama, yaitu sebagai antikolinergik` akibatnya penggunaan secara bersama – sama dari ketiga obat tersebut akan menyebabkan terjadinya interaksi obat pada fase farmakodinamik yang aditif yang kemungkinan akan memberikan efek yang signifikan kepada pasien tersebut.

  1. Banyaknya Dokter (multiple prescriber)

Contohnya :Seorang pasien pergi berobat lebih dari satu dokter sehingga kemungkinan dapat terjadi perbedaan dalam diagnosa. Misalnya seorang anak (10 th) periksa ke dokter dan didiagnosa ,enderita flu biasa, setelah diberi obat ternyata tidak sembuh – sembuh. Akhirnya anak tersebut dibawa ke rumah sakit. Oleh dokter di rumah sakit ternyata anak tersebut didiagnosa menderita penyakit Demam Berdarah bukan menderita flu biasa. Multiple prescriber kemungkinan akan memberikan beberapa obat sehingga potensi terjadinya interaksi obat juga sangat besar.

  1. Penggunaan Obat Tanpa Resep (OTR)

Contohnya : Pasien ke apotek membeli acetosal, antikoagulan dan lithium. Jika obat tersebut ternyata digunakan secara bersamaan maka obat – obat tersebut saling berinteraksi.

  1. Ketidakpatuhan Pasien

Contohnya : pasien menerima obat antimikroba (misalnya : ampisilin) yang seharusnya diminum sebelum makan tetapi oleh pasien tersebut obat diminum sehabis makan , sehingga akan mengakibatkan obat tersebut akan terganggu absorbsinya, hal ini akan berakibat efek terapinya tidak tercapai.

  1. Penyalahgunaan Obat (Drug Abuse)

 

 

Interaksi obat mungkin banyak terjadi, namun tidak terdokumentasi atau tidak dilaporkan.

Koch – Weser(drug informJ, 1972, 6, 42), mengamati bahwa deteksi interaksi obat oleh clinician (dokter) tidak efisien. Dan, dicatat ada 6 alasan untuk menjelaskan situasi ini, dimana 6 alasan ini masih valid sampai hari ini. Alasan tersebut yaitu :

    1. Dalam banyak kasus situasi klinik, begitu komplek untuk mengenali kejadian yang tidak diharapkan dalam pasien di dalam menerima terapi.
    2. Dalam sedikit perkecualian, intensitas aksi obat dalam situasi terapi (terapi setting) tidak dapat diquantifikasi secara akurat. (mungkin dalam interaksi obat tersebut terjadi mual dan muntah, namun oleh dokter bahwa mual dan muntah itu dianggap sebagai penyakit yang bukan berasal dari pengaruh obatnya).
    3. Sewaktu berkurang, berlebihan atau respon yang tidak normal dari satu atau dua obat diakui secara jelas sebelum pemberian secara bersamaan yang biasanya disebabkan dari factor yang bukan dari interaksi obat.
    4. Indek kecurigaan dari kebanyakan clinician (dokter) terhadap interaksi obat perhatiannya sangat rendah dan banyak dokter praktek nyaris memperhatikan (hardly aware)fenomena tersebut.
    5. Dokter praktek mempunyai kecenderungan tentang interaksi obat yang terjadi kecuali interaksi obat yang sama itu telah dipublikasikan.
    6. Dokter seringkali tidak melaporkan interaksi obat pada waktu meraka mengetahui interaksi obat tersebut.

 

Menggunakan Informasi Interaksi Obat

Walaupun kemajuan telah banyak dicapai dalam proses identifikasi interaksi obat, analisis yang hati – hati dari literature sering dijumpai data yang berbeda – beda antara satu dengan yang lainnya mengenai interaksi obat. Terkadang data tidak lengkap dan misleading 9memberi informasi yang dapat menyebabkan pengambil kesimpulan bisa salah).

Sebagai contoh, pengaruh makanan terhadap eritromisin. Ada data yang menyebutkan bahwa makanan tidak mempengaruhi eritromisin. Namun ada data lain yang menginformasikan bahwa makanan dapat mempengaruhi eritrimisin. Terkait dengan hal ini Sebaiknya dalam mengambil keputusan diambil keputusan yang paling KONSERVATIF, atau yang paling aman bagi paseien.

Sudah terlalu banyak, pentingnya klinik yang disarankan terkait dengan interaksi obat yang dilebih-lebihkan dan dipublikasikan. Karenanya kehati-hatian sangat diperlukan dalam evaluasi dan penggunaan informasi yang tersedia.

 

Berbagai Faktor..yang harus di-INGAT pada waktu menggunakan sejumlah literature obat dan tindakan tepat yang diambil, yaitu :

  1. Obat yang berinteraksi biasanya dapat digunakan bersama-sama.(interacting drug usually can be used together).

Contohnya : obat – obat yang membentuk senyawa komplek jika diberika bersamaan, yaitu : antasida dengan susu, sehingga pengatasannya adalah obat digunakan secara terpisah/tidak bersamaan.

  1. Interaksi obat yang menguntungkan (beneficial interaction)

Contohnya : Terjadinya interaksi obat yang dapat memperlama sekresi obat, misalnya penisilin dengan probenesid, probenesid menyebabkan sekresi dari penisilin diperlama.

  1. Laporan tentang interaksi obat lengkap (nature of report)

Anecdot report : laporan interaksi obat dari suatu kejadian yang tidak dijelaskan secara detail mengenai bagaimana informasi obat itu dapat terjadi. Anecdot report dapat digunakan tetapi tidaklah kuat (tidak dapat dipercaya sepenuhnya0.

  1. Kedalaman informasi (depth of information)
  2. Waktu penerbitan dari literatur yang digunakan (current literature)
  3. Rekomendasi untuk mengatasi interaksi obat dan terapi alternatifnya (recommendation and therapeutic alternative).
  4. Interaksi harus dilihat secara menyeluruh (interactive in perspective)

 

Faktor Resiko Interaksi Obat (Risk Factor)

A. Obat yang beresiko tinggi

Obat –obat yang beresiko tinggi terhadap terjadinya interaksi obat adalah obat-obat yang :

  1. Memiliki indek terapi sempit
  2. Memiliki kurva dosis respon yang curam (sudutnya tajam, sehingga adanya perubahan sedikit dosis maka respon obatnya akan begitu besar)
  3. Memiliki efek farmakologi yang poten

B. Pasien yang beresiko tinggi

Interaksi obat mungkin akan mengakibatkan resiko yang kecil jika sakitnya tidak parah, begitu pula sebaliknya. Terkait dengan hal ini, hilangnya aktivitas terapi ini penting pada situasi di mana akan menghasilkan efek yang tidak dikehendaki. Atau kondisi patologis yang serius yang mengalami penakanan, misalnya adanya malignancy atau connective tissue disorder.

 

Penyebab Yang Meningkatkan Resiko Interaksi Obat

A. Tingkat keparahan penyakit yang diobati

  1. Anemia Aplastik

à produksi darah berkurang akibat adanya penekanan sumsum tulang belakang karena pengaruh obat – obatan sehingga menyebabkan sel – sel di sumsum tulang belakang keracunan. Hal ini akan berakibat produksi eritrosit sangat terganggu sehinga jumlah sel darah merah menjadi sedikit.

2. Asma

3. Aritmia Jantung

4. Diabetes

5.Epilepsi

6. Hepatic Precoma

7. Hipoptiroidisme

B. Potensial Interaksi Obat dalam terapi

    1. Penyakit kardiovaskuler
    2. Connective tissue disorder
    3. Penyakit GI
    4. Infeksi
    5. Kelainan metabolisme
    6. Infeksi
    7. Penyakit psykis
    8. Respirotary ailment
    9. Seizure

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *